Sebenarnya menurut ku, tiap kali aku selesai bikin ff, q merasa senaaaang bgt. Tapi pas q baca ulang, q malah gak ngerti maksud ff yang q bikin. Jadi harap maklum klo habis baca malah ngomong "Apasih?" Sama kaya q juga. Habis baca nie ff, q malah ngomong "apasih?"
Tapi gk papa lah, skalian buat pembelajaran bikin ff. Hahaha,,,
Cekidot!!!
Eunhee baru saja mendapat telepon dari ahjussi Lee, ayahnya Jinki. Jinki adalah namjachingu Eunhee. Jinki adalah orang yang istimewa. Jinki memiliki suara yang indah, bisa dikatakan suara emas. Karena itu Jinki mempunyai cita-cita menjadi seorang musisi yang handal. Itu mudah saja baginya, tetapi tidak akan mudah jika tahu penyakit yang dideritanya.
Eunhee dan Jinki sudah berteman sejak SD. Eunhee yang diam-diam menyukai sahabatnya itu akhirnya memberanikan diri untuk menyatakan cintanya pada Jinki. Eunhee tidak peduli dengan tanggapan Jinki selanjutnya. Entah ia akan ditolak atau diterima, yang pasti ia harus menyatakan nya.
Eunhee menunggu Jinki di rumah nya. Seperti biasa nya setiap malam minggu mereka akan nonton bersama dirumah Eunhee. ‘Tidak’ batin Eunhee. ‘Tidak boleh pesimis, harus optimis’ ucap nya lagi dalam hati sambil mengingat kata-kata darei Jinki. Tak berapa lama bel rumah Eunhee berbunyi. Eunhee segera membukakan pintu untuk menyambut orang yang telah membuatnya mengucurkan keringat dihari yang tidak panas dan membuat jantungnya berdetak kencang meskipun ia tidak sehabis berlari, Jinki. Dengan senyuman khasnya, Jinki melempar senyum kearah Eunhee yang dibalas dengan senyum paling manis sedunia yang pernah Eunhee miliki.
Belum sempat Eunhee mempersilakan Jinki untuk masuk, Jinki langsung saja masuk dan duduk disofa terdekat yang ada diruang tamu tersebut.
“Jangan duduk dulu,” kata Eunhee kemudian menarik tangan Jinki. “Kau harus berdiri didepan pintu dulu” ucap nya lagi sambil mendorong Jinki menuju pintu masuk rumahnya.
“Untuk apa?” tanya Jinki heran.
“Jinki,” kata Eunhee ketika tiba didepan pintu masuk rumahnya. Raut wajahnya menjadi serius, ia sudah melupakan keringatnya yang mengucur deras dan jantung nya yang berdegup kencang. “Saranghae. Maukah kau menjadi namjachingu ku?” tanya Eunhee langsung pada sasaran.
‘Mati aku’ ujar Eunhee dalam hati ketika menangkap gurat yang tersembul diwajah Jinki. ‘Aku akan ditolak’ gumam nya lagi.
***
“Jinki,” kata Eunhee pada Jinki. Raut wajah Eunhee begitu serius. “Saranghae. Maukah kau menjadi namjachingu ku?” tanya nya pada Jinki. Jinki hanya diam, bukannya ia tidak mencintai chingu nya itu dan tidak tega menolak nya karena takut Eunhee akan bersedih. Tetapi ia teringat akan penyakit yang telah menggerogoti tubuhnya sejak lama. Ia tidak ingin Eunhee bersedih ketika harus berpisah dengannya. Hening sejenak.
“Maaf,” Jinki berucap. “Aku tidak bisa menerima mu, kau tahu kan bahwa aku seorang yang penyakitan. Bagaimana bisa seorang yang penyakitan seperti ku menjaga mu?” ucap nya lirih.
“Kalau penyakit mu, kita bisa berobat. Semua penyakit didunia ini pasti ada obatnya bukan” ucap Eunhee.
“Aku penyakitan Eunhee. Aku tidak akan bertahan lama” kata Jinki yang mampu membuat Eunhee hampir limbung mendengar nya. “Kau tahu bukan, jantung ku sangat lemah.”
Eunhee menarik nafas dalam-dalam dengan mata tertutup kemudian menghembuskannya.“Dimana Jinki yang begitu optimis? Apakah sudah hilang hanya karena penyakit jantung nya. Malah jika kau seperti ini aku akan menganggap kau sudah mati” kata Eunhee dengan nada lembut tapi mampu membuat Jinki seperti tersambar petir. “Kau,” ucap Eunhee terputus ketika bulir air mata keluar dari kelopak matanya. “Semua orang pasti akan meninggal Jinki, meskipun mereka tidak memiliki penyakit apapun. Jika sudah sampai saatnya, maka setiap orang akan pergi dari dunia ini” kata Eunhee terisak. “Karena itu, selama kita masih hidup lakukan apapun yang bisa kita lakukan dengan baik” lanjut Eunhee.
Jinki tersenyum, di pegangnya lembut wajah Eunhee yang polos dan mungil. Dihapus nya air mata yang berubah jadi aliran sungai dipipi Eunhee. Dipeluknya Eunhee dengan hangat. Detak jantungnya terdengar serempak dengan Eunhee, begitu teratur dan tenang.
“Kata-kata itu milikku, mengapa kau mencurinya dari ku?” tanya Jinki sambil tertawa. “Aigoo, kau berguru padaku rupanya,” kata Jinki sambil mengacak-acak rambut Eunhee. Eunhee melepas pelukan dari Jinki dengan kasar. “Kau” Eunhee memasang wajah cemberutnya dihadapan Jinki yang mampu membuat Jinki tertawa, wajah Eunhee sangat aneh ketika cemberut.
“Kau jangan tertawa, aku masih belum mendapat jawaban dari mu” kata Eunhee.
“Na do,” kata Jinki diiringi pelukan hangat darinya. “Sekarang bagaimana kalau kita masuk kedalam?” tanya Jinki sambil melepas pelukannya. “Kau sangat aneh, mengapa menyatakan cinta padaku saja harus didepan rumah mu?”
“Untuk jaga-jaga,” kata Eunhee berjalan masuk kerumahnya.
“Jaga-jaga apa?” tanya Jinki bingung.
“Jaga-jaga jika saja kau menolakku, aku akan dengan mudah menendang mu dari rumah ku” ucap Eunhee yang kemudian diiringi tawa keras dari Jinki. ‘Konyol’ batin Jinki.
***
Tn. Lee baru saja menelepon Eunhee untuk mengabarkan bahwa Jinki masuk rumah sakit lagi karena penyakitnya. “Bagaimana keadaan Jinki, Yongri?” tanya Tn. Lee pada seorang wanita muda berseragam putih yang baru saja keluar dari kamar rawat Jinki. Yongri itu sudah seperti anak bagi Tn. Lee. Dr. Yongri lah yang merawat Jinki sejak awal ia mengetahui bahwa ia mengidap penyakit jantung. Sangat lucu jika teringat Eunhee yang pernah cemburu terhadap Yongri.
“Tn. Lee,” kata Yongri iba. Yongri ragu kemudian berucap lagi, ”maafkan saya, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Meskipun ada donor, kita tidak dapat melakukan operasi karena kondisi Jinki sudah sangat lemah”. Yongri menghela nafas sebentar, “bahkan Jinki pun sudah sangat kuat untuk bisa bertahan sampai saat ini,” kata Yongri. “Maafkan kami,” ujar Yongri lagi dengan tulus kemudian pergi meninggalkan Tn. Lee.
Tn. Lee yang mendengar perkataan Yongri akhirnya meneteskan air matanya. Bukan berarti Tn. Lee adalah seorang ayah yang cengeng, tetapi Tn. Lee sudah tidak sanggup lagi menahan kesedihan nya. Dia sudah begitu sedih ketika melihat anaknya berjuang melawan penyakitnya dan sekarang, haruskah seperti ini?
“Appa,” panggil seseorang pada Tn. Lee yang tidak lain adalah Eunhee. Eunhee sudah seperti anaknya sendiri. Eunhee sudah berteman dengan Jinki sejak SD dan sudah dianggap nya sebagai anak nya sendiri. Apalagi ketika orang tua nya terpaksa harus pindah keluar kota karena urusan pekerjaan. Tn. Lee dan Jinki lah yang menemani Eunhee selama di Seoul.
Eunhee yang baru saja datang terlihat sangat kebingungan melihat Tn. Lee menangis. Tn. Lee yang menangkap wajah Eunhee yang bingung menjelaskan. “Yongri berkata Jinki sangat sulit untuk bertahan,” Tn.Lee hanya bisa terduduk lemas dilantai dingin rumah sakit.
“Appa, jika kita bersedih maka Jinki mungkin akan lebih sedih lagi melihat kita” ucap Eunhee memberi semangat pada Tn. Lee. Tn. Lee membelai lembut rambut Eunhee yang kemudian diiringi seulas senyum di bibir Tn. Lee.
“Ayo kita masuk” kata Tn. Lee yang sudah tidak lagi menangis.
Eunhee dan Tn. Lee memasuki kamar yang didalam nya terdapat Jinki yang sedang terbaring dengan tenang dalam tidur nya. Tn. Lee menghampiri anaknya, kemudian membelai kepala nya dengan lembut. Dipegang Tn. Lee erat tangan Jinki.
“Appa selalu bersama mu Jinki, bertahanlah” kata Tn. Lee yang tak terasa mengeluarkan bulir air mata di kelopak matanya. Tn. Lee yang sudah tidak dapat lagi menahan tangis melihat anaknya akhirnya keluar dari kamar rawat anaknya.
***
“Yongri berkata Jinki sangat sulit untuk bertahan,” Tn.Lee hanya bisa terduduk lemas dilantai dingin rumah sakit. Eunhee menarik nafas dalam-dalam sambil menutup wajah dengan kedua tangan nya. Dia tersenyum sebentar kemudian bangkit dari duduknya. Eunhee menghampiri Tn. Lee.
“Appa, jika kita bersedih maka Jinki mungkin akan lebih sedih lagi melihat kita” ucap Eunhee memberi semangat pada Tn. Lee. Tn. Lee membelai lembut rambut Eunhee yang kemudian diiringi seulas senyum di bibir Tn. Lee.
“Ayo kita masuk” kata Tn. Lee yang sudah tidak lagi menangis.
Eunhee dan Tn. Lee memasuki kamar yang didalam nya terdapat Jinki terbaring dengan tenang di tidur nya. Tn. Lee menghampiri anaknya, kemudian membelai kepala nya dengan lembut. Dipegang Tn. Lee erat tangan Jinki.
Tn. Lee membisikkan sesuatu ditelinga Jinki yang kemudian pergi keluar karena tidak sanggup lagi menahan aliran sungai yang mengalir indah dipipinya.
Eunhee yang tertinggal dikamar akhirnya menghampiri Jinki. Eunhee duduk dikursi yang terletak disamping ranjang. Direngkuh nya tangan Jinki kemudian diremasnya. Ditatap nya lekat-lekat wajah namjachingu nya itu. Dada nya bergemuruh, nafas nya memburu, matanya memanas sehingga mengeluarkan bulir-bulir bening. Dada nya sesak. Sangat sesak hingga tak ada lagi kata-kata yang dapat terucap keluar dari mulutnya. Dia tak tahu lagi harus berkata apa pada seorang namja yang terbaring lemah didepannya.
“Bertahanlah, sekali lagi untukku,” Eunhee akhirnya membuka mulutnya. “Jika kau bangun kali ini, aku akan memanggilmu dengan sebutan oppa, jagi atau apapun yang kau inginkan. Karena itu bangunlah untuk ku, untuk appa mu. Kali ini saja” isak Eunhee yang semakin mengeratkan genggaman tangan nya ditangan Jinki. Tangan Eunhee bergetar. Bukan, tapi tangan Jinki.
Jinki membuka matanya perlahan. Kedua kelopak matanya yang tidak terlihat itu pun terbuka. Eunhee lantas panik dan memanggil Tn. Lee yang duduk dikursi depan kamar rawat Jinki. Dihampiri Tn. Lee dengan air mata yang mengucur di kedua kelopak matanya. Tapi kali ini berbeda, bulir air yang jatuh dikedua pelupuk matanya diiringi dengan senyum bahagia yang terkembang dibibir nya.
“Jinki bangun appa,” ujarnya bahagia.
***
Jinki sedang berdiri di sebuah taman yang indah. Taman yang penuh dengan warna hijau yang asri serta ditumbuhi dengan bunga-bunga berwarna-warni. Kupu-kupu berlarian kesana kemari. Teringat masa kecilnya, Jinki berlari mengejar kupu-kupu tersebut. Dia berlari jauh dari tempat nya sebelumnya dan tia-tiba ia terjatuh. Terjatuh sangat dalam ketempat yang sangat gelap.
“Sudah saatnya, Jinki” ucap sebuah suara yang tak tahu dari mana datang nya.
“Maksud mu?” tanya Jinki. “Sudah saatnya,” ujar suara itu lagi tak menjawab pertanyaan dari Jinki. “Sudah saatnya,” ujar suara itu lagi.
Tiba-tiba ia mendengar sebuah tangisan. Tangisan dari seseorang yang sangat ingin ia lindungi. Suara tangisan dari seseorang yang tidak ingin ia dengar tangisannya. Bukan hanya tangisnya, ia juga mendengar suara dari orang yang menangis tersebut. Suara seorang yeoja.
“Bertahanlah, sekali lagi untukku,” samar-samar Jinki mendengarnya. “Jika kau bangun kali ini, aku akan memanggilmu dengan sebutan oppa, jagi atau apapun yang kau inginkan. Karena itu bangunlah untuk ku dan untuk appa mu. Kali ini saja” suara yang didengar Jinki. Jinki berusaha mencari suara tersebut namun ia terjatuh kembali. Ia bahkan memejamkan matanya, takut jatuh nya akan sangat sakit. Dia sudah sampai didasar tempat itu. Sebentar ia gerakkan tangan nya untuk memastikan ia masih hidup atau tidak. Dirasakannya tangan nya basah. Ia mencoba membuka kedua matanya yang hanya segaris itu. Berat, kemudian dicobanya lagi untuk membuka. Cahaya yang terang tiba-tiba menyilaukan matanya. ‘Apakah aku disurga?’ tanya Jinki dalam hati.
Tak lama Jinki melihat seorang bidadari cantik duduk disamping kirinya. Bidadari itu menangis hingga tangan Jinki yang dipegangnya menjadi basah karenanya. Baru saja bidadari mengetahui Jinki terbangun, bidadari tersebut berlari dari Jinki. Jinki berusaha mengejar, namun ia tak bisa. Ia hanya dapat terbaring, Jinki memutarkan pandangannya kesegala arah diruangan tersebut, ruangan tersebut putih bersih. Sebentar ia merasa ada sesuatu yang tertancap ditangan nya, tepatnya tangan nya tertusuk sesuatu. Jarum infus, ya di punggung tangan nya sekarang tertancap jarum infuse. Ia sekarang berada di rumah sakit.
Tak berapa lama appa nya dan Eunhee masuk menemui Jinki yang masih terbaring ditempat nya. “Jinki,” ucap Tn. Lee pada Jinki. “Appa mengapa menangis?”
“Kau tidak tau, kami menangis karena kau” Eunhee menyela pembicaraan mereka.
“Mengapa?”
“Kami terlalu bahagia karena kau sudah bangun,” ujar appa.
“Wah, aku jadi sedih. Kalian harus berjanji padaku untuk tidak menangis lagi karena aku.”
“Baiklah, appa janji.”
“Aku juga”
“HEI, PANGGIL AKU OPPA!” bentak Jinki sambil berusaha mengerahkan tenaga nya yang masih tersisa. Dada nya terasa sesak dan sakit.
“Kau mendengar apa yang kubicarakan tadi?” Eunhee membelalakkan matanya.
“Kau pikir?” Jinki mengangkat sebelah alisnya, melupakan semua sakit yang ia rasakan sebelumnya. “Ayo panggil aku oppa,” rengek nya sekali lagi.
“Ishh, kau ini baru saja siuman tapi sudah punya banyak tenaga untuk mengganggu ku.”
“Bukankah karena itu kau menyukai ku?” goda Jinki.
“Ne..o,” Eunhee ragu sebentar. “Oppa” Jinki tersenyum mendengar nya.
“Sepertinya ada yang kurang, bagaimana kalau kau panggil aku jagi saja?” kata Jinki. “Ayolah, ini permintaan dari orang yang baru saja siuman.”
“Baiklah, jagi” Eunhee mengerucutkan bibir nya.
“Bagus, aku senang mendengar nya.”
“Appa dikacangin deh jadinya,” kata Tn. Lee berpura-pura marah.
“Kemari, tolong pegang tangan ku, appa” ucap Jinki. Tn. Lee mendekat kemudian memegangi tangan kiri Jinki.
“Kau juga Eunhee, kemari,” ujar Jinki pada Eunhee. Eunhee mendekatinya kemudian memegang tangan satunya.
“Aku lelah, aku ingin istirahat,” ujar Jinki sambil memejamkan matanya.
***
“Aku lelah, aku ingin istirahat,” ujar Jinki sambil memejamkan matanya.
Tn. Lee dan Eunhee meneteskan air mata, mengerti apa yang dimaksud Jinki. Jinki membuka matanya kembali.
“Bukankah kalian sudah berjanji untuk tidak menangis lagi karena ku?” ujar Jinki.
Jinki menghapus air mata yang keluar dari pelupuk mata appa nya dan mata Eunhee dengan punggung tangan nya yang masih memegangi Eunhee serta Tn. Lee.
“Jangan menangis lagi, aku juga akan sedih jika kalian menangis,” ucap Jinki lirih.
Appa lantas mengehentikan tangis nya. Namun Eunhee malah mengeraskan tangisnya.
“Ishh, kau ini. Kemari,” Eunhee ditaarik Jinki untuk lebih dekat dengan nya. Dihapusnya perlahan bulir kristal yang jatuh dari mata Eunhee.
“Berjanjilah pada ku. Setelah ini, kau akan hidup dengan baik. Lakukan semuanya dengan sebaik-baik nya. Aku tau jika aku pergi, kau pasti seperti mayat hidup,”ujar Jinki mencoba melucu namun ditatap Eunhee dengan tajam.
“Hei, aku benar. Dan lagi, tatapan mu itu, itu sangat menganggu ku” ujar nya bercanda, lagi.
“Sudah lah, kau memang tidak jago melucu,” Eunhee menanggapi nya dengan datar. Bagaimana mungkin disaat begini ia berminat untuk bercanda?
“Aku serius Eunhee, berjanjilah pada ku untuk hidup dengan sebaik-baiknya setelah ini.”
Eunhee hanya diam. “Berjanjilah, ini permintaan terakhir ku Eunhee.”
“Tidak, kau tidak akan pergi dari ku.”
“Tentu aku tidak akan pergi dari mu” ujar Jinki. “Appa, tolong bukakan jendela itu” ujar Jinki pada appanya.
“Kau lihat itu, bintang yang paling terang itu,” ujar Jinki menunjuk langit malam yang padahal tidak ada bintang sama sekali.
“Hei, disana tidak ada bintang sama sekali,” gerutu Eunhee.
“Anggap saja ada” ujar Jinki mengangkat sebelah alis matanya.
“Baiklah, apa mau mu?”
“Aku akan selalu bersama mu menjadi bintang yang paling terang. Karena itu berjanjilah pada ku” pinta Jinki.
“Baiklah, aku berjanji” ucap Eunhee lirih . Eunhee menarik nafas nya dalam, sangat dalam. Diatur nya nafas nya agar sedikit tertata.
“Aku berjanji. Aku akan hidup sebaik-baiknya,” kata Eunhee. “Setelah ini, aku akan baik-baik saja”
“Appa, Eunhee, aku lelah. Aku ingin istirahat sekarang.” Jinki memejamkan matanya sambil menahan rasa sakit didadanya.
“Jinki,” Eunhee histeris.
“Hei, aku ingin beristirahat dengan tenang. Jika kau berteriak, bagaimana aku bisa beristirahat dengan tenang?” ujar Jinki sedangkan Eunhee terus saja terisak dalam tangis nya. “Kemari,”Jinki menarik tangan Eunhee untuk lebih mendekat. Eunhee meletakkan kepala nya didada Jinki.
“Selamat tinggal. Jangan menangis, setelah ini kau harus tersenyum. Sarangheyo,” ucap Jinki sambil menahan sakit didada nya. Jinki menutup matanya diiringi oleh angin malam yang menelusup kedalam ruangan kamar nya, lembut dan damai.
Namjachingu nya itu telah pergi meniggalkan nya. Meskipun ia pergi, ia tidak pernah benar-benar pergi dari hidup Eunhee. Senyum nya yang ramah serta canda tawa nya tidak pernah hilang meskipun ia menahan sakit. Impian nya yang besar dan semangat untuk mewujudkan nya tidak pernah padam hanya karena waktu nya yang sempit. Biarpun Jinki tidak akan ada lagi disisinya, tapi tidak akan pernah ada kekecewaan dalam diri Eunhee. Karena Eunhee tahu, selama hidup nya, Jinki telah melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan. Jinki telah menjalani hidup nya dengan sangat baik.
***
1 bulan kemudian
Eunhee berdiri kaku di balkon kamarnya menatap langit malam. Dipandanginya satu persatu bintang-bintang dilangit dengan seksama. Ditatap nya lekat-lekat bintang yang paling memikatnya, bintang yang paling terang malam itu. Dada nya bergemuruh, matanya memanas. Bulir air mata sudah menyembul di kelopak matanya. Ia memejamkan matanya kemudian menarik nafas panjang. Di buka nya kelopak matanya perlahan dan ditatap nya kembali bintang tersebut kemudian ia tersenyum. Sangat manis.
“Jinki” ucap Eunhee parau. Ditarik nya kembali nafasnya dengan panjang. “Satu hari lagi aku menapati janji ku.” Eunhee tersenyum kembali, “Hari ini aku hidup dengan baik.”
Eunhee terdiam sebentar. “Kau tahu, aku benar-benar hidup dengan baik saat ini,” ucap Eunhee lirih.
“Aku tidak marah lagi dengan eomma dan appa yang lebih mementingkan pekerjaan mereka dari pada ku. Seperti kata mu dulu. Semua itu mereka lakukan untuk ku kan?” ujarnya tersenyum.
“Besok aku akan masuk kuliah lagi Jinki.” Bintang yang ditatap Eunhee tiba-tiba bersinar dengan terang, entah hanya perasaan Eunhee saja atau tidak. Eunhee terdiam sejenak, sedikit berpikir kemudian tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ya, aku tau. Terimakasih Jinki telah menjadi bintang ku selama ini,” ujar Eunhee seolah mengerti maksud dari bintang tersebut.
***
“Akh,,,” pekik Eunhee ketika terbangun dari tidur nya dan pandangan matanya tertuju pada jam disamping ranjangnya. Eunhee bergegas kekamar mandi yang tak berapa lama kemudian dia keluar dari kamar mandi dengan pakaian yang berbeda. Dia berjalan keluar kamar nya menuju ruang makan. Baru sebentar dia keluar, ia kembali lagi kekamar nya mengambil tumpukan tugas-tugas yang harus dikumpulkan nya hari ini.
“Eomma, mengapa tidak membangunkan ku?” gerutu Eunhee pada eomma nya ketika tiba di ruang makan. Sekarang ia tinggal bersama orang tuanya.
“Kau kelihatan sangat lelah, jadi eomma tidak tega membangunkan mu. Kau kan baru saja datang dari Seoul kemarin.”
“Kau tidak makan?”
“Nanti saja di kampus eomma”
Eunhee bergegas berlari keluar dari rumah nya menuju halte bis. Brakk,,, Eunhee menabrak seseorang. Buku-buku yang dibawa nya terjatuh ketanah. Seseorang membantu mengemasi buku-buku Eunhee yang terjatuh.
“Maafkan aku,” ujar orang tersebut yang ternyata seorang namja. Eunhee mengangkat kepala nya dan terpana sebentar.
“Jinki?” ujar Eunhee. “Kau Jinki bukan?”
“Maaf, kau pasti salah orang. Kenalkan, aku Onew.”
Haha,,selesai...
Bagi yang sudah membaca ff yang "apasih?" ini, harap berikan komen demi kemajuan dari ff bikinan diri ku yang gaje ini...
makasih ^^
0 komentar:
Posting Komentar